Jurnal7, Bandung
Diro Aritonang Penyair asal Bandung, Jawa Barat, yang lahir Tahun 1957 di Kaliada, Lampung Selatan, pernah juga bergelut sebagai wartawan di salah satu media di Kota Bandung, kini aktif menggeluti Komunitas Haikuku Indonesia, yang bergerak di bidang pendidikan, sosial dan seni budaya.
Diro, mengatakan Haiku menjadi salah satu kosa kata Jepang yang populer di seluruh dunia, seperti halnya ninja, manga, samurai dan karaoke. Haiku tidak hanya menjadi milik sastra Jepang, namun juga menjadi milik sastra dunia.
Haiku adalah salah satu jenis puisi Jepang yang dianggap sebagai puisi pendek dan berasal dari permainan haikai no renga yaitu permainan puisi berantai, semacam berbalas pantun di Indonesia yang populer pada abad ke-14. Sebelum dan saat zaman Edo (sekitar abad ke-17), istilah haikai maupun hokku, yang berarti bait pertama, lebih banyak digunakan. Baru pada zaman Meiji (sekitar abad ke-19), istilah haiku (berarti bait dari haikai) menjadi populer setelah dilakukan pembaharuan oleh Masaoka Shiki. Haiku memiliki aturan yang mengikatnya yaitu aturan teikei yang mengharuskan setiap haiku terdiri atas 17 silabel (5,7,5) disertai dengan penggunaan kigo. Kigo adalah kata yang menunjukkan musim kapan haiku tersebut dibuat.
Perkembangan Haiku di Indonesia harus memiliki dasar tradisi budaya Indonesia maupun kedaerahan dalam spiritnya, tidak mewajibkan harus ada penanda musim (Kigo) seperti salju, angin, pagi, batu, air, awan, gunung, rumput, namun jika itu diperlukan tidak masalah, penekanan HaikuKu lebih pada perekamam momentum (suasana , situasi, peristiwa), sensasi pikiran, memiliki kata-kata kias, imaji dan metafora, kekuatan diksi, tidak harus membentuk kalimat diantara barisnya dan memiliki rasa bahasa keindonesiaan.
Grup Haikuku merupakan gerakan kebudayaan, haiku punya visi dan misi tidak hanya menghimpun orang untuk menulis haiku tapi bagaimana lewat haiku bisa mengekspresikan sesuatu yang lebih luas.
Perhatian Grup Haikuku peduli pada masalah lingkungan dan masyarakat , diantaranya meraih kaum difabel, HIV, serta orang-orang yang terpinggirkan seperti WTS dan gelandangan.
Kaum terpinggirkan dirangkul Haikuku sebagai bagian untuk mengembangkan kreativitas, selain bersosial , Haiku juga bisa berpolitik.
Haiku merangkul berbagai elemen, dan kedepannya akan bekerjasama dengan Mang Ihin ( Solihin GP) yang juga memiliki kepedulian terhadap masalah lingkungan, terutama di Jawa Barat.
Berbagai aspek dapat disentuh Haiku, seperti juga Pariwisata, dengan menjaga kearifan lokal, bahkan bisa menyentuh para koruptor dengan kegiatan yang segera akan digelar Haiku di Sukamiskin.
Grup Haikuku tidak hanya sekedar menulis, berbeda dengan grup-grup lain yang hanya bersenang-senang menulis atau menulis untuk bersenang-senang saja.
Grup Haikuku merupakan Gerakan Kebudayaan untuk melihat berbagai kondisi di Indonesia, tandas Diro saat menemani kawan-kawan difabel ber haiku , ditemani Bunda Tami, dan Nunun Nurhayati di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Jalan.Perintis Kemerdekaan, Bandung. (25/2/2017).
Sabtu gembira
Tulis menulis Haiku
Cinta Difabel
**** Deetje Dharmaputra
Komentar