Muhamad Farhan dan Dedi Mulyadi Hadiri Gala Dinner PHRI Jabar di Hotel Grand Pasundan (Deetje)
Jurnal7.com|Bandung – Dodi Ahmad Sofiandi terpilih sebagai Ketua DPD Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Periode 2024-2029 dalam Musda XIV, Rabu (11/12/2024) di Hotel Grand Pasundan.
Dodi diapresiasi Gubernur Terpilih Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wali Kota Bandung terpilih Muhammad Farhan saat menghadiri Gala Dinner PHRI Jabar di Hotel Grand Pasundan , Kamis (12/12/2024).
Saat Gala Dinner Dedi Mulyadi menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang di Provinsi Jawa Barat.
Hal ini diperlukan sebagai langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan yang berkarakter dan berkelanjutan.
Dodi Ahmad Sofiandi terpilih sebagai Ketua DPD Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Periode 2024-2029 (Deetje)
Dedi Mulyadi mengatakan , setelah dilantik, akan bergandengan dengan Pak Dodi, untuk memajukan pariwisata Jawa Barat.
Panjang lebar Dedi Mulyadi memaparkan pentingnya pendekatan yang mempertimbangkan keseimbangan antara pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan.
Jawa Barat memiliki potensi besar, baik dari sisi sumber daya alam maupun kearifan lokal.
Namun, tata ruang yang ada saat ini sering kali tidak mencerminkan visi pembangunan berkarakter. Berakar pada budaya lokal dan keberlanjutan lingkungan, tandasnya.
Menurutnya, evaluasi tata ruang adalah langkah awal yang krusial untuk memastikan pembangunan yang tidak hanya mengejar kemajuan ekonomi.
Tetapi juga menjaga identitas Jawa Barat sebagai provinsi yang kaya budaya dan alam.
Dedi menggambarkan bahwa saat beberapa daerah di Jawa Barat menghadapi tantangan serius akibat tata ruang yang kurang optimal.
Hal ini termasuk konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri, urbanisasi yang tidak terkendali. Serta kerusakan lingkungan di wilayah pegunungan dan pesisir.
Oleh sebab itu, Dedi memiliki konsep pembangunan di Jawa Barat dengan berbasis kewilayahan. Ia pun membagi 4 hirarki kebudayaan
Pertama, kebudayaan Sunda kulon. Dua, kebudayaan Priangan. Ketiga, kebudayaan Cirebonan dan Keempat, kebudayaan Betawian.
Kerangka ini nantinya akan melahirkan turunannya yakni arsirtektur berbasis kewilayahan. Seperti infrastruktur berbasis kewilayahan, makanan, pakaian dan bahasa berbasis kewilayahan,” paparnya.
Ia menyoroti pentingnya keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat adat, dalam proses evaluasi ini.
Kami akan melibatkan semua elemen masyarakat untuk menciptakan tata ruang yang benar-benar mencerminkan kebutuhan dan potensi setiap wilayah.
Prinsipnya adalah kolaborasi dan partisipasi, sehingga pembangunan tidak hanya berorientasi pada angka pertumbuhan, tetapi juga kualitas hidup masyarakat,” pungkasnya.
Komentar