Jurnal7.com || Bandung,– Keberadaan pusat perbelanjaan seperti, toko swalayan dan mini market makin menjamur di Kota Bandung. Bahkan, jaraknya berdekatan dengan pasar tradisional dan warung usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) milik warga. Sehingga tak sedikit warung UMKM atau warung rumahan sampai gulung tikar.
Kondisi ini dibenarkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung Rieke Suryaningsih, SH, yang turut menjadi anggota Pansus saat pembahasan Peraturan saerah (Perda) No. 2 tahun 2024 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
Menurut Rieke, banyak pedagang kecil terutama warung rumahan kalah bersaing dengan toko modern. Itulah yang menjadi salah satu alasan dihadirkannya Perda No. 2 tahun 2024. Sehingga Kota Bandung memiliki payung hukum dan bisa melakukan pengaturan terhadap toko modern, terutama dari sisi jarak.
“Ini jadi perlindungan bagi ekonomi lemah seperti warung kecil, bahkan jarak pun diatur antara pasar tradisional dengan toko swalayan berjarak 600 meter. Lalu disana juga ada aturan tidak boleh dekat pemukiman, dan mengingatkan para pengusaha dan kewilayahan juga,” ujar anggota Komisi B ini saat ditemui wartawan.
Tak sekadar transaksi ekonomi, kata Rieke, tapi juga terjadi interaksi sosial antar masyarakat. Belanja di warung rumahan dan pasar tradisional juga sangat bermanfaat.
“Warung itu jadi pusat informasi, misal ada tetangga sakit bisa terinformasikan, kalau di toko swalayan mana bisa!. Harga bisa nawar, bahkan bisa kasbon atau berhutang dulu,” imbuh Rieke.
Oleh karena itu, Rieke setuju dengan Perda No. 2 tahun 2024 itu. Pasalnya, keberadaan swalayan dan mini market harus bisa diatur agar tidak mematikan warung kecil.
“Selain jarak, jam operasional jugs diatur,” tegasnya.
Rieke berharap, kedepannya swalayan dan mini market bisa menerima produk dari pelaku UMKM di wilayah itu. Bahkan, penyediaan ruang untuk UMKM bisa dijadikan salah satu syarat izin berjualan swalayan.
“Kita akan dorong lagi kadisnya agar bisa maksimalkan, memberikan dukungan kepada UMKM. Kita tahu keterbatasan pemerintah tapi minimal bisa membantu pengembangan UMKM,” ujarnya.
Terkait sosialisasi, imbuh Rieke, sudah dilakukan oleh anggota dewan, pada saat pembahasan.Pada saat sosialisasi, banyak masukan yang datang dari masyarakat. Sehingga pihaknya lebih pro aktif akan mengawal Perda tersebut.
“Harapan saya dilaksanakan Perda ini bisa memperkuat ekonomi keluarga dan UMKM dan ujung-ujung daya tahan ekonomi kita terjaga. Diakui pengangguran banyak dengan adanya usaha mandiri atau warung ini bagus tapi perlu didukung,” ujar Rieke.
Secara substansif, perda ini mengatur tentang lokasi, jarak tempat usaha, jam operasional, dan kemitraan pelaku usaha dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
Sedangkan, dalam pengembangan dan penataan, Pemkot Bandung akan melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan melalui tim yang dibentuk Wali Kota Bandung.
Sedikit gambaran, pada pasal 8 dijelaskan pusat perbelanjaan dan toko swalayan harus memenuhi persyaratan seperti berjarak minimal 0,5 km dari pasar rakyat dan 0,5 km dari usaha kecil sejenis yang terletak di pinggir jalan kolektor primer atau arteri sekunder.
Kemudian, supermarket dan departement store berjarak paling dekat 1,5 km dari pasar tradisional yang terletak di pinggir jalan kolektor primer atau arteri sekunder.
Lalu, hypermarket dan perkulakan berjarak paling dekat 2,5 km dari pasar rakyat yang terletak di pinggir jalan kolektor primer atau arteri sekunder.
Sedangkan, minimarket yang terletak di pinggir jalan lingkungan dengan luas gerak sampai dengan 200 meter persegi berjarak paling dekat 0,5 km dari pasar rakyat.
Ketersediaan pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat yang diatur dengan baik dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan aksesibilitas produk bagi konsumen, dan merangsang pertumbuhan ekonomi lokal. (**)
Komentar